Menantu Dewa Obat
Bab 339
Saat Devi kembali ke ruang VIPnya, tampak beberapa anak – anak dari keluarga kaya itu segera mengerumuninya dan bertanya tentang Reva.
Devi menceritakan kembali bagaimana Reva hampir berkelahi dengan para satpam itu sehingga menarik perhatian dari para anak – anak dari keluarga kaya ini.
Aileen tampak lebih marah lagi, “Devi, orang seperti ini punya hak apa untuk ikut berpartisipasi dalam pertemuan pertukaran medis ini?”
“Kalau menurutku lebih baik kau berdiskusi dengan kakekmu untuk mengusirnya agar dia tidak mempengaruhi kualitas dari pertemuan pertukaran medis ini!”
Beberapa orang yang ada di sebelah mereka juga mengangguk, “Ucapan Aileen benar, orang seperti ini tidak selevel dengan kita. Dia punya hak apa untuk duduk dan berada di tempat yang sama dengan kita!”
“Jika mereka yang berpartisipasi dalam pertemuan pertukaran medis ini tahu bahwa kakekmu membawa orang seperti itu ke sini, bukankah nantinya malah akan dikira menghina mereka?”
“Kakekmu adalah tuan rumah dari pertemuan pertukaran medis kali ini, jadi dia harus mempertimbangkan situasinya secara keseluruhan!”
“Nantinya jika para perwakilan dari provinsi lain mengetahui tentang ini, mereka pasti akan mengatakan bahwa keluarga Tanaka-mụ tidak menangani acara ini dengan baik!”
Wajah Devi menggelap lalu sambil mengibaskan tangannya dia berkata, “Sudahlah, lupakan saja.”
“Kakekku baru saja marah, aku benar- benar tidak berani berbicara dengannya lagi.”
“Biarkan begitu saja. Biar orang itu tetap di sini saja.”
“Orang ini juga tidak berguna tetapi setidaknya dia tidak menggangguku. Masih bisa dikatakan cukup tahu diri juga dia!
Kerumunan itu langsung tertawa terbahak – bahak lalu Aileen tersenyum dan berkata, “Aihh, ini juga bisa dikatakan sebagai keuntungannya?”
“Mungkin ini yang disebut dengan harga diri dari orang miskin. Bisa saja sebenarnya di dalam hatinya dia merasa sangat cemas.”
“Devi, apakah dia tidak berani melihatmu tadi?”
Devci berpikir sejenak dan berkata, “Dia jarang melihatku!”
Aileen segera berkata, “Bukannya jarang melihatmu tetapi dia itu tidak berani melihatmu!”
“Dengan melihatmu sekilas saja, jantungnya pasti sudah berdetak dengan kencang. Bagaimana mungkin dia bisa berani melihat lebih banyak lagi?”
“Tetapi aku beritahu yah, saat kau tidak memperhatikannya, dia pasti akan melihatmu secara
diam – diam.”
“Aku sudah sering melihat pria seperti itu. Orang seperti ini sangat hina dan tidak punya selera”
“Dia tidak akan punya nyali untuk melihat wanita cantik. Beraninya hanya mengintip secara diam – diam saja. Di dalam hatinya tidak tahu tersembunyi pikiran kotor macar apa.”
Devi merinding, “Sudahlah, jangan dibicarakan lagi. Semakin kau katakan semakin aku merasa
“Kita datang ke sini untuk bersenang – senang. Bisa tidak jangan membiarkan orang seperti ini merusak suasana hati kita?”
Comments
The readers' comments on the novel: Menantu Dewa Obat