Bab 74
Enam atau tujuh unit sepeda motor yang telah dimodifikasi suaranya itu meraung – raung dijalanan dengan selusin pria muda berpakaian mewah yang duduk di atas motor – motor itu.
Semua pedagang kaki lima menghindari tempat – tempat yang akan motor – motor itu lewati seakan-akan melihat dewa wabah penyakit saja.
Tak lama kemudian beberapa motor yang meraung dengan berisik itu berhenti di depan salah satu toko makanan itu.
“Hei, pak tua, sudah saatnya membayar tagihan kebersihan bulan ini!” teriak seorang pemuda berambut pirang dengan arogan.
Wajah paman Boris tampak pucat dan berkata dengan pelan,”Tuan Kim, istriku.. istriku sedang berada dirumah sakit dan sudah menghabiskan banyak uang.”.
“Kau lihat, bisakah.. bisakah kau bersabar,,,
Pria rambut pirang itu berteriak dengan marah,”Brengsek, apa urusanku dengan istrimu yang berada dirumah sakit?!”
“Singkatnya, jika kau tidak membayar biaya kebersihan, keluar!”
“Ini …” paman Boris tampak kebingungan: “Tuan Kim, kalau … kalau begitu tolong beri aku waktu dua hari, aku.. aku akan mengumpulkannya.”
Si rambut pirang itu menendang meja di depannya dan memaki:”Sialan, aku sudah memberimu waktu beberapa hari dan kau masih meminta waktu lagi. Apa kau kira aku mudah di akali begitu?”
Paman Boris mengigil ketakutan:”Tuan Kim, aku.. aku benar-benar tak punya uangnya sekarang. Atau.. besok.. besok aku pasti akan memberikannya kepadamu!”
“Oke, aku akan memberimu kesempatan sekali lagi. Jika besok malam masih belum ada juga maka kau bisa menemanimu istrimu di rumah sakit!”
Si rambut pirang itu mengutuk dan berbalik untuk pergi. Tetapi tiba – tiba saja dia melihat Nara yang duduk tidak jauh dari tempatnya berdiri.
Dia tertegun dengan takjub lalu berseru kepada orang – orang disekitarnya sambil mengedipkan matanya:”Lihat, ada wanita cantik!”
Orang-orang itu pun menoleh ke arahnya dan mereka semua tampak tercengang
“Ya Tuhan, wanita cantik darimana ini? Dia lebih cantik dari artis!”
“Sedari aku kecil sampai dewasa, aku belum pernah melihat wanita cantik seperti ini!”
“Malam ini kita mendapatkan berkah, ayo, pergi!”.
Lebih dari selusin anak muda menggosok tangan mereka dan si pirang melambai: “Semuanya jangan berebut, aku saja!”
Comments
The readers' comments on the novel: Menantu Dewa Obat