Login via

Menantu Dewa Obat novel Chapter 757

Bab 757

Si pelayan menatap Reva dengan hormat: “Tuan Lee, apa anda ingin pergi ke ruang VIP di lantai atas dulu?”

Reva melambaikan tangannya: “Paman ketigaku hendak menjamu kami malam ini. Biarkan dia saja yang mengatur semuanya.”

Si pelayan segera mengerti dan menatap Spencer dengan hormat: “Tuan, bagaimana kau ingin mengaturnya?”

Spencer tampak ragu–ragu sejenak lalu menyerahkan kartu membernya: “Ini… ini kartu apa?”

Pelayan itu melihatnya: “Ooh ini kartu Silver.”

“Merupakan kartu member paling basic disini.”

“Kartu semacam ini hanya bisa ditempatkan di ruang tengah.”

“Namun untuk saat ini ruang tengahnya sedang penuh. Aku khawatir masih harus menunggu untuk beberapa waktu.”

Spencer benar–benar terdiam. Mengapa kartu member yang diberikan oleh bosnya ada kesenjangan yang begitu besar dengan kartu orang lain?

Begitu si Reva datang, mereka bisa langsung pergi ke ruang VIP di lantai atas.

Sedangkan dia hanya bisa di ruang tengah dan masih harus mengantri, servis dan pelayanan macam apa ini?

Pada saat ini, Alina berbisik, “Anissa, bagaimana kalau kita meminta Reva yang mengaturnya saja agar bisa pergi ke ruang VIP di lantai atas?”

“Kalau masalah kartu member, pakai punya siapapun kan sama saja.”

“Kita semua juga masih kerabat keluarga sendiri jadi siapa yang menjamu siapa juga kan sama saja sebenarnya!”

Anissa dan Spencer saling menatap. Sebenarnya mereka juga ingin mengatakan hal yang sama tetapi mereka merasa terlalu malu untuk mengatakannya.

Fifi langsung berkata: “Okelah, kalau begitu kita ke ruang VIP lantai atas saja.”

“Yang penting kan sudah ada kartu member level tertingginya jadi jangan di sia–siakan!”

Begitu Anissa mendengar ucapan putrinya dia segera berkata, “Aduuh, Vivi, bagaimana kau bisa berbicara seperti ini?”

“Anak ini, benar–benar deh, sama sekali tidak masuk akal.”

Dengan cepat Alina tersenyum dan berkata, “Tidak apa–apa, Vivi benar.”

“Sudahlah, ayo kita masuk dan duduk dulu.”

Anissa mengangguk: “Baiklah, kalau begitu pakai dulu kartu member kalian.”

“Tetapi kita janji dulu di depan yah, nanti tagihannya biar kami saja yang membayar!”

Alina tersenyum dan berkata, “Siapa yang bayar juga sama saja, kan?”

“Dulu waktu keluarga kami masih sangat miskin, gajimu yang hanya 500 dolar sebulan masih harus memberiku 300 dolar.”

“Sekarang untuk apalagi kau memperhitungkan tentang ini?”

Comments

The readers' comments on the novel: Menantu Dewa Obat