Bab 867
Sebelum Ramiro sempat menyelesaikan ucapannya, Reva sudah langsung meraih pergelangan tangannya dan memelintirnya dengan kencang.
Semua orang hanya mendengar suara klik dan seluruh lengan Ramiro langsung tampak lemah lunglai.
Ramiro juga melolong dengan suara keras!
Para pemuda kaya itu semuanya terkejut.
Mereka sama sekali belum pernah melihat orang yang bertindak dengan begitu kejam!
“Hajar dia! Habisi dia!” Ramiro meraung dengan suara serak.
Pada saat itu barulah para pemuda tersadar kembali.
Beberapa orang saling menatap lalu meraih botol anggur di atas meja dan mengepung Reva dengan beringas.
Reva sama sekali tidak mempedulikan mereka. Dia langsung menghampiri Nara.
Pada saat ini, salah seorang pemuda kaya itu sedang berdiri di belakang Reva. Dia memegang sebuah botol anggur dan bersiap untuk menyerang Reva dari belakang.
Tanpa menoleh, Reva langsung menendang dadanya.
Pemuda kaya itu langsung mental ke belakang dan menabrak TV serta membuat TV- nya hancur berantakan dengan suara terjatuh yang keras.
Pemuda kaya ini langsung jatuh ke lantai dengan lemas dan tidak bisa berdiri lagi.
Kali ini, tiga buah dari tulang rusuknya langsung patah!
Melihat hal ini, para pemuda kaya lainnya tampak sedikit panik dan tidak berani bertindak lagi untuk sementara.
Reva langsung berjalan menghampiri Nara lalu meraih tangan Nara yang gemetaran dan berkata dengan suara rendah, “Apa kau baik–baik saja? Tidak apa–apa,
apa, kan?”
Nara tampak sedikit panik. Setelah tangannya digenggam oleh Reva dia merasa sedikit lebih tenang.
Sambil menggertakkan giginya, dia mengangguk dan berkata dengan suara rendah, “Kita… kita pulang saja!”
”
Salah satu dari pemuda kaya itu langsung maju dan berseru: “Sialan, kau ingin kabur setelah menghajar tuan muda Permana kami?”
“Sedang mimpi yah?““Biar aku beritahu yah, hari ini, tak satupun dari kalian yang bisa kabur dari sini!”
Si pemuda kaya itu berseru dengan keras namun mereka hanya bisa berteriak dari kejauhan dan tidak berani mendekat.
Reva menoleh dan melirik mereka. Pada akhirnya tatapannya jatuh kepada Ramiro.
“Tenang saja, aku memang tidak ingin pergi!”
“Masalahnya harus diselesaikan malam ini.” Ujar Reva dengan dingin.
Ramiro menyeringai: “Hei bocah, kau benar–benar berani yah!”
Comments
The readers' comments on the novel: Menantu Dewa Obat