Bab 940
Alina merasa terlalu marah untuk berbicara. Dia mengibaskan tangannya dengan lemah.
Jonathan juga menganggukkan kepalanya dan berkata, “Aku pikir ucapan kakek ketiga benar.”
“Kakak kedua, bukannya aku mau mengocehimu. Bagaimanapun juga Jayden adalah keponakanmu sendiri. Sebagai tantenya, bukankah sudah seharusnya kau mengurusi masalahnya?”
“Ini kan hanya masalah 23 juta dolar saja. Uang ini tidak ada artinya bagi keluargamu!”
“Bagaimana kalau kalian bayar dulu uangnya agar masalah ini bisa diselesaikan lebih dulu!”
“Jayden, tidak bisa masuk penjara!”
Sedangkan yang lainnya, satu demi satu juga ikut mengangguk dan menuntut agar Alina membayar uang itu.
Axel merasa nafasnya sesak, lehernya penuh dengan urat. Dia sudah hampir kehilangan kesabarannya.
Dengan cepat Reva menarik lengannya dan berkata dengan suara rendah, “Pa, kau jangan marah dulu. Tunggu dan lihat saja apa yang terjadi!”
Axel mengatupkan giginya dengan kuat dan akhirnya meregangkannya.
Sejujurnya, barusan itu dia sangat ingin membalikkan mejanya.
Dengan marah Hana berkata, “Paman, aku tidak puas dengan ucapanmu ini!”
“Ini adalah masalah keluarganya. Kenapa malah keluarga kami yang harus membayar kompensasinya?”
“Mau dibahas dan dilihat darimanapun juga ucapanmu itu sama sekali tidak masuk akal!”
Jonathan mengernyitkan keningnya dan berkata, “Hana, bagaimana kau bisa berbicara dengan cara seperti itu?”
“Itu kan karena mereka tidak mampu membayar biaya kompensasinya!”
“Kalau mereka mampu membayar biaya kompensasinya, apa mereka masih akan datang untuk
mencarimu?”
Hana: “Kalau mereka tidak mampu membayarnya jadi harus kami yang membayarnya?” “Logika darimana itu?”
Jonathan berkata dengan marah, “Mereka semua adalah saudara dan kerabat keluarga sendiri. Tante ketigamu sedang menghadapi masalah, apa kalian tidak merasa harus membantunya?”
“Masalah kali ini cukup serius, kalau biaya kompensasinya tidak dibayar, Jayden harus masuk penjara.”
“Apa kalian ingin melihat Jayden masuk penjara?”
Rebecca mendengus dengan dingin, “Hmm, hanya masalah seperti ini saja kalian sudah bertengkar. Dan kalian masih berani bilang bahwa hubungan kalian sebagai kakak adik adalah yang terbaik?”
“Aku lihat, hubungan kalian juga tidak gimana
–
gimana!”
“Kalau bukan karena dulu kakak ketiga membantu kalian mungkin kalian sekeluarga juga sudah mati kelaparan sejak dulu. Bagaimana mungkin bisa bertahan sampai hari ini?”
“Sekarang setelah kalian punya uang, kalian malah meremehkan orang. Kalian sudah lupa dengan budi dan jasa kebaikan orang lain, kan?”
Comments
The readers' comments on the novel: Menantu Dewa Obat