Bab 122:
Nara: “Aku hanya tidak rela. Mengapa mereka begitu tidak adik terhadapmu?”
“Mereka tidak pernah mengatakan apa pun terhadap Hiro meskipun dia telah membuat masalah yang begitu besar.”
“Sedangkan kau yang telah melakukan begitu banyak untuk keluarga ini, mereka tak pernah mengucapkan satu pun ucapan terima kasih. Mereka malah memperlakukanmu seperti ini…”
Reva tersenyum dan berkata: “Aku tidak peduli bagaimana mereka memperlakukan aku. Itu tidak masalah sama sekali. Bagiku yang terpenting adalah dirimu!”
Mendengar ucapan Reva ini, jantung Nara berdetak kencang. Dia menatap Reva dan matanya memerah lagi. Tiba – tiba dia berdiri dengan berjinjit dan mencium bibir Reva dengan ringan.
Reva sangat gembira. Lalu dia mengulurkan tangannya untuk memeluk Nara.
Pada saat bersamaan, sekretaris Nara tiba – tiba masuk dan berkata: “Direktur Shu, rapat perusahaan akan segera dimulai.”
Pipi Nara memerah dan sambil menundukkan kepalanya dia berkata, “Oke, aku akan kesana sebentar lagi!”
Reva tampak menyesal karena kehilangan kesempatan yang luar biasa barusan.
Setelah keluar dari perusahaan farmasi Shu, Reva tidak kembali ke rumah sakit.
Selama ini dia terus mencari kabar kedua teman baiknya itu.
Dia berjalan sendirian di sebuah jalan kecil. Menurut kabar yang dia dapatkan dari teman – teman sekelasnya bahwa ada seorang teman sekelas mereka yang pernah bertemu dengan Herman Tam di daerah ini.
Reva sudah beberapa kali kesini untuk mencoba peruntungannya. Siapa tahu saja dia bisa bertemu dengan Herman disini.
Reva yang baru berjalan sampai setengah jalan itu tiba – tiba mendengar suara yang begitu familiar dari arah samping.
“Tolonglah, putriku sangat ingin bertemu denganmu, kau… kau temuilah dia, aku…
aku akan berlutut untuk memohon kepadamu…”
Jantung Reva berdetak kencang. Dia tak akan pernah melupakan suara ini.
Itu adalah teman baik yang sudah seperti saudara baginya yaitu Herman Tam.
Mereka sekelas selama dua tahun dan selalu melakukan apa saja bersama – sama selama dua tahun.
Reva teringat pada saat dulu dia diganggu oleh genk di dekat sekolahnya, Hermanlah yang datang membantunya dengan mengorbankan dirinya.
Comments
The readers' comments on the novel: Menantu Dewa Obat