Bab 123
Pria gemuk itu menendang Herman ke jalan dan masih kurang puas lalu dia menendang lagi dada Herman beberapa kali.
Herman memeluk kepalanya dan meringkuk di jalan. Mungkin karena tubuhnya yang terlalu lemah sehingga setelah di tendang beberapa kali dia memuntahkan seonggok darah yang kebetulan mengenai sepatu pria gemuk itu.
“Jahanam!”
Pria gemuk itu mengutuk dengan marah bahkan terlihat lebih kesal.
“Beraninya kau memuntahi sepatuku, apa kau tahu berapa harga sepatuku ini?”
“Ini adalah sepatu model khusus. Sepasang sepatu ini harganya 17 ribu dolar lebih!”
*“Bajingan sepertimu dijual juga tidak cukup untuk membeli sepasang sepatu ini!”
“Aku akan membunuhmu …
Suara pria gemuk itu tiba – tiba terhenti karena tenggorokannya tercekik.
Reva meraih lehernya dari belakang dan mengangkatnya.
“Apa yang kau lakukan! Kenapa kau memukuli suamiku!” teriak wanita di sebelahnya.
Reva menendangnya ke jalan dengan satu kaki dan wanita itu tidak bisa bangun. Dia menutupi perutnya yang kesakitan.
Setelah itu Reva melemparkan pria gemuk itu ke jalan dan menginjak kepala pria gemuk itu. Lalu mengulurkan tangan untuk membantu Herman berdiri
Saat Herman melihat Reva dia langsung tercengang.
“Reva, mengapa… mengapa kau ada disini?”
Reva tersenyum dengan ringan dan berkata: “Hanya kebetulan lewat.”
“Lalu aku mendengar suaramu.”
“Saudaraku, senang sekali bertemu denganmu lagi!”
Airmata Herman langsung mengalir dengan deras. Saat ini pria dewasa yang tingginya tujuh kaki ini menangis seperti anak kecil.
Mata Reva juga memerah lalu dia menepuk bahu Herman dengan keras dan tiba — tiba mengangkat pria gemuk itu.
“Berlututlah!” Reva berteriak dengan marah.
“Brengsek, apakah kau tahu siapa aku?” tanya pria gemuk itu dengan meraung, “Percaya tidak kalau aku bisa meminta orang untuk memukulmu sampai mati!”
Herman yang tersadar kembali juga berkata dengan cemas: “Reva, jangan… jangan membuat masalah jadi besar.”
“Dia adalah tuan Tiger dan bagian ini semuanya adalah wilayah tuan Tiger.”
“Tuan Tiger ini adalah orang yang mempunyai kekuasaan besar, kita… kita tidak bisa bermain – main dengannya…”
Comments
The readers' comments on the novel: Menantu Dewa Obat