Lalu Nara terdiam dan berkata, “Hana, kau jangan khawatir.” “Tiger juga ada di sana. Dia pasti sedang sibuk menangani masalah di lokasi konstruksi.” “Bagaimana kalau kita selesaikan urusan perusahaan dulu. Nanti baru kita bicarakan lagi, oke?” Lalu Hana berkata dengan marah, “Lagi – lagi Tiger!” “Kak, apakah kau tidak memiliki hati?” “Suamiku sudah menyelesaikan masalah ini. Untuk apalagi kau masih membiarkannya tetap di sana?” “Cepat panggil dia pulang. Jangan merusak situasi!” Lalu Reva berkata dengan lembut, “Tiger kenal banyak teman jadi seharusnya dia bisa membantu..” Hana lalu berkata dengan marah, “Bantu apalagi?” “Suamiku sudah pergi ke sana secara pribadi. Apakah masih memerlukan bantuannya?” “Apakah kalian tidak percaya dengan suamiku? Jika tidak percaya juga tidak apa – apa. Aku akan meminta suamiku pulang dan tak perlu mempedulikan masalah ini lagi, oke?” Axel dan Alina langsung panik dan dengan cepat berkata, “Aiihh, Nara, Hiro sudah hampir selesai menanganinya.” “Dan pada saat ini kau malah mencari orang lain untuk pergi kesana. Ini tidak pantas.” “Jika pihak mereka melihatnya malah mereka akan mengira bahwa kita tidak kompeten. Masa kita masih harus mencari orang lain lagi untuk membantu? Jangan – jangan mereka nanti malah akan meminta jatah yang lebih banyak lagi.” “Selain itu, adik iparmu sendiri yang menangani masalah ini. Kau malah mencari orang lain untuk membantu, kau anggap apa adik iparmu itu?” Nara: “Pa, sebenarnya masalah ini lebih cocok ditangani oleh Tiger..” Mendengar ucapan Nara itu Hana langsung menjadi tidak senang dan berkata, “Ooh, kak, jadi ternyata begitu.” “Kenapa.. menurutmu suamiku tidak kompeten dan tidak cocok menangani masalah itu?” “Oke, aku akan menelepon suamiku sekarang untuk menyuruhnya pulang dengan cepat. Jangan mencoba berbuat baik tetapi malah tidak dianggap!” Hana lalu mengeluarkan ponselnya untuk menelepon. Axel dan Alina langsung terkejut dan mereka dengan cepat mencegah Hana. “Hana, jangan emosi!” “Nara, lihat apa yang telah kau lakukan!” “Jika kau tidak bisa mempercayai Hiro maka jangan biarkan siapapun juga untuk menangani masalah ini.” “Sudah meminta orang pergi untuk menanganinya tetapi pada akhirnya kau malah tak mempercayai mereka. Bagaimana sih ucapan seorang direktur?” Axel berkata dengan serius. Nara juga tampak bingung. Dia bertanya – tanya kapan dia meminta Hiro untuk pergi menanganinya? Bukankah mereka sendiri yang memintanya pergi? Selain itu, dia hanya ingin mencari lebih banyak orang untuk memahami situasinya. Apa yang salah dengan pemikirannya ini? Lalu pada akhirnya Nara yang kalah berdebat dengan mereka juga tidak lagi berani untuk meminta bantuan Tiger. Tetapi, dia juga tidak peduli lagi. Menurutnya asalkan masalah ini dapat diselesaikan, siapapun yang menanganinya akan sama saja. Sedangkan mengenai masalah Hiro yang ingin pergi ke lokasi konstruksi yang baru itu dia pasti tidak akan menyetujuinya. Tetapi Nara juga memikirkan bagaimana caranya untuk memberikan kompensasi kepada Hiro agar nantinya Hana tidak meributinya sepanjang hari mengenai masalah ini. Setelah keluar dari farmasi Shu, Hana langsung meludah. “Brengsek, dikiranya siapa Reva ini!” “Dia itu memang pendengki!” “Setelah suamiku menyelesaikan masalah ini dengan susah payah, ehh dia malah membiarkan si Tiger itu ikut – ikutan juga.” “Bilang saja dia ingin merebut kreditnya dan mungkin dia ingin membiarkan Tiger yang mengambil alih pabrik baru disana.” “Kalau menurutku, si brengsek ini pasti masih terobsesi untuk merampok harta kekayaan keluarga kita!” Axel menghiburnya, “Sudahlah Hana, jangan marah – marah lagi.” “Kau tenang saja, papa dan mama pasti akan membela kalian!” “Asalkan Hiro dapat menyelesaikan ini dengan baik maka itu ada kontribusi terbesar bagi perusahaan.” “Apa yang nantinya seharusnya menjadi milikmu, tak ada orang yang boleh merebutnya!” Hana mencibir saat mendengar kata – kata ini. “Benar juga.” “Biarkan dia bersenang – senang dulu. Aku ingin lihat dia masih bisa tertawa berapa hari?” “Aku tidak ingin terlalu perhitungan dengan orang yang sebentar lagi juga akan masuk penjara. Rugi amat!” “Intinya dia hanya akan menjadi kambing hitam keluarga kita saja. Jadi tak apa kan kalau sekarang menghargai sedikit martabatnya?” “Memelihara seekor anjing untuk menjaga rumah pun kita masih harus memberikannya sedikit makanan, kan?” “Hahaha……”
Post navigation
Previous Chapter
Next Chapter
Comments
The readers' comments on the novel: Menantu Dewa Obat