Bab 258
Setelah keluarga Yu memaki, mereka berjalan pergi meninggalkan Alina dan yang lainnya yang saling menatap karena tidak percaya.
Setelah beberapa saat akhirnya dengan suara kecil Alina berkata, “Benar.. benarkah sudah membuat kesalahan?”
“Hiro, bukannya kau bilang buktinya meyakinkan?”
Hiro juga tampak bingung dan berkata, “Aku… aku tidak tahu apa yang terjadi…”
“Mereka semua bilang buktinya kuat, bagaimana mungkin bisa terjadi hal seperti ini?”
“Apa… apakah videonya palsu?”
Nara langsung kesal dan berkata, “Apa kau sakit?”
“Memangnya wajah orang yang terekam itu bisa di palsukan?”
“Kalau bisa coba kau buatkan video palsu untuk wajah orang itu!”
Hiro langsung terdiam.
Kemudian Nara tersenyum dan berkata, “Sekarang kau tidak bisa berkata apa – apa lagi, kan?”
“Aku sudah mengatakan bahwa Reva bukan seorang pembunuh!”
Beberapa orang itu langsung menundukkan kepala mereka dan tidak bisa berbicara lagi. Kenyataannya sudah jelas sekarang dan mereka semua tidak dapat menyangkalnya lagi.
Lalu Hana mencibir dan berkata, “Huh, lalu kenapa kalau bukan pembunuh, apa hebatnya?”
“Jika dia benar-benar seorang pembunuh malah aku akan lebih menghargainya!”
“Orang saja tidak berani dia bunuh, kalau begitu tetap saja dia tidak berguna!”
Nara sudah tidak bisa menahan amarahnya lagi dan memaki, “Hana, apa maksud ucapanmu itu?”
Hana: “Tidak bermaksud apa – apa?”
“Aku hanya tidak menyukainya saja, memang kenapa?”
Nara begitu marah dan berkata, “Atas dasar apa kau bilang kau tidak menyukai dan tidak menghargai suamiku?”
Hana: “Karena suamiku jauh lebih berguna dibandingkan dengan suamimu!”
“Orang tidak berguna yang bisanya hanya numpang di keluarga kami. Bahkan membunuh orang pun dia tak berani. Untuk apa aku menghargainya?”
Nara tampak begitu marah dan gemetar saat berkata – kala, “Kau.. kau..”
Ekspresi Hana tampak bangga dan berkata, “Kenapa dengan aku?”
“Memangnya aku sudah salah berbicara?”
“Kalau bisa coba kau sangkal ucapanku itu!”
Nara tampak marah dan tiba – tiba saja dia mencibir, “Oh yah jika kau tidak mengatakannya, aku hampir saja lupa.”
“Hiro, kita masih bertaruh, kan?”
“Sesuai dengan perjanjian, kau harus berlutut dan bersujud kepada Reva untuk meminta maaf, kan?”
Ekspresi Hiro langsung berubah. Dia tak pernah menyangka bahwa dia akan kalah sebelumnya. Jadi dia berani bertaruh dengan Nara.
Comments
The readers' comments on the novel: Menantu Dewa Obat