Bab 859
Alina tertegun. Dia menatap keponakannya dengan tatapan kosong. Dia benar–benar tak menyangka bahwa ucapan seperti ini bisa dikeluarkan dari mulut keponakannya.
Dengan marah Anissa berkata, “Jayden, bagaimana cara kau berbicara itu?”
“Bagai… bagaimana kau bisa menyuruh tante keduamu mempermalukan dirinya sendiri gara – gara ulah yang kau buat sendiri?”
“Lupakan saja, kakak kedua, kau jangan pedulikan aku.”
“Bagaimanapun juga dia adalah anakku. Biar aku saja yang berlutut!”
Sambil berbicara Anissa langsung bergegas maju dan berlutut di samping Axel: “Dokter Tanaka, ini adalah masalah putraku. Tidak ada hubungannya dengan kakak kedua aku.”
“Aku yang tidak bisa mengajari anakku dengan baik. Biar aku saja yang menanggung semuanya.”
“Kau jangan mempersulit kakak keduaku, oke?”
Sambil berbicara Anissa langsung menampar wajahnya sendiri.
Dokter Tanaka bahkan sama sekali tidak menatapnya. Dia hanya menatap Alina dengan ekspresi dingin. “Bagaimana? Apa kau ingin keponakanmu yang masuk penjara atau kau memilih untuk menampar dirimu sendiri beberapa kali?”
Sambil melihat Anissa, mata Alina basah kembali.
Dia menggerakkan giginya dan bergegas untuk meraih Anissa.
“Nissa, jangan berlutut lagi. Tidak ada gunanya kau berlutut juga!”
“Dokter Tanaka, kalau kau ingin aku berlutut maka aku akan berlutut!”
“Semua kesalahan ini terjadi gara–gara kami sebagai orang tua tidak mendidik anak–anak kami dengan baik, jadi tolong berikan kesempatan sekali lagi kepada keponakan aku!”
Alina berlutut di lantai sambil menampar dirinya sendiri dia memohon kepadanya.
Dokter Tanaka tidak berbicara. Dia hanya menatap sepasang suami istri itu dengan tenang.
Setelah sekitar 10 menit, dokter Tanaka baru mengibaskan tangannya, “Sudahlah!”
“Kalian berdua menyingkirlah!”
Ekspresi Axel dan Alina sangat jelek sekali. Lalu dengan cepat mereka bangkit berdiri dan berdiri di pojokan.
Dokter Tanaka menatap Jayden dengan dingin: “Sekarang giliranmu!”
Dengan terburu-buru Jayden berkata, “Dokter Tanaka, tante… tante kedua aku sudah berlutut dan menampar dirinya sendiri. Kau… kau mau apalagi?”
Dokter Tanaka: “Dia berlutut demi kau agar tidak perlu masuk penjara.”
“Namun, urusan kita belum selesail”
“Aku harus memberimu pelajaran yang bisa kau ingat seumur hidupmu atas masalah ini!”
Comments
The readers' comments on the novel: Menantu Dewa Obat