Bab 1402
Carles seperti seekor singa yang mengamuk. Ia mengepalkan tangan dan memelototi Frisca dengan marah, “Dasar wanita jahat, ini adalah rumahku. Kamu tidak boleh mengusir Mamiku pergi!”
“Kakek Sanjaya, kenapa kakek membantu orang luar menindas Mamiku? Huhuhu….” Carla berlari ke hadapan Sanjaya dan menarik tangannya. Ia bertanya sambil menangis, “Kakek selalu menyayangi kami, kakek tidak boleh berbuat demikian.”
“Carla anak baik, jangan menangis.” Sanjaya lekas mengusap air mata Carla.
“Bibi Frisca, ‘kan?”
Carlos memandang Frisca dengan tenang. Penuh dengan sopan santun dan sungkan, namun ada aura dominasi menakutkan dari tubuhnya.
“Terima kasih Anda telah mengundang dokter kemari untuk mengobati Papiku. Aku akan meminta orang mengembalikan biaya berkali–kali lipat kepadamu. Setelah Papiku sembuh nanti, kami sekeluarga akan berkunjung ke rumahmu dan berterima kasih, tetapi untuk sekarang Anda harus meminta maaf pada Mamiku dulu!”
“Ugh….”
Frisca tertegun sejenak ketika melihat tiga anak ini. Setelah kesadarannya kembali, ia buru–buru menjelaskan dengan tersenyum…
“Anak–anak, Bibi sama sekali tidak menindas Mamimu, hanya saja Papimu sekarang sedang menjalani pengobatan. Dokter bilang harus tenang, tetapi Mamimu agak berisik, makanya Bibi memintanya pergi…”
“Ini adalah rumahku.” Carlos menyela ucapan Frisca dan berkata dengan angkuh, “Bukan orang luar yang membuat keputusan!”
“Kamu…..” Frisca terdiam karena marah, wajah cantiknya memerah.
“Selain itu, Mamiku orang yang lemah lembut dan anggun. Ia tak pernah berisik, bagaimana mungkin berbuat onar?” Carlos tidak bersikap rendah hati ataupun angkuh, ia membalas kalimat demi kalimat. “Meskipun ada orang yang berbuat onar, orang itu bukanlah dia!”
Satu kalimat itu membuat Sanjaya tercengang,
Wajah tua Sanjaya memerah, tetapi ia tak berani bicara. Saat Tuan besar masih ada, Carlos adalah cicit terbesar yang paling dikasihinya. Beliau pernah bilang anak ini cerdas, tidak ada yang berani menyinggungnya.
Frisca terdiam setelah dilontarkan beberapa kalimat oleh Carlos. Wajahnya membiru, ia ingin membalas argumen, namun tidak tahu harus bicara dari mana. Selain itu, seluruh orang di rumah itu menatapnya, ia juga tak enak lanjut berargumen dengan anak–anak.
Comments
The readers' comments on the novel: Tiga Harta Ayah Misterius Ternyata Seorang Bos Besar