Bab 1485
Mendengar perkataan mereka, Lorenzo yang berada di sebrang telepon pun terdiam. Hingga beberapa lama kemudian, ia baru membuka suara, “Apa Paman itu baik terhadap kalian?”
“Baik, sangat baik.” Tini menganggukkan kepala kecilnya, suaranya terdengar manja, “Paman membacakan dongeng untuk kami, menyiapkan sarapan, mengajari kami menunggang kuda, bahkan menemani kami bermain di hutan.”
“Kami bahkan ikut mengambil foto keluarga bersama Paman.” Wini bergegas berkata, “Ketika kami sudah lelah bermain, Paman akan menggendong kami di atas bahunya. Meski tubuh Paman begitu tinggi seperti sebuah gunung yang besar, tapi kami tidak takut sedikitpun, karena kami boleh memegang rambutnya…”
“Kami juga memegang telinganya, sehingga kami tidak akan jatuh.” Biti dengan serius menambahkan, “Seandainya kami jatuh, Paman bisa segera menangkap kami.”
“Iya, benar.” Tini menganggukkan kepalanya, “Kata Kak Carla, ketika mereka bertiga masih kecil, mereka juga sering duduk di bahu Paman. Paman benar–benar hebat.”
“Bahu Paman begitu lebar dan kokoh. Aku bisa duduk dengan nyaman.” Anak–anak kelihatan begitu gembira saat membahasnya, “Suara Paman juga sangat merdu ketika membacakan dongeng, wajahnya juga benar- benar enak dipandang…”
“Baiklah, baiklah!” Lorenzo memotong perkataan mereka, suaranya kembali terdengar keras dan dingin, “Kalau tidak ada masalah, cepatlah istirahat. Anak kecil harus tidur yang cukup, supaya pintar.”
Meskipun perkataannya terdengar biasa saja, namun hatinya terasa sangat tidak nyaman. Ia tidak menyangka anak–anaknya sendiri tega memuji musuh bebuyutannya itu tanpa henti.
Apa Daniel benar–benar sebaik itu?
Sudah cukup adiknya sendiri menyukai Daniel, sekarang ketiga anaknya pun tergoda olehnya.
“Papi, Papi belum berjanji pada kami.” Ketiga anak itu tidak melupakan tujuan utama mereka, “Tolong bantu Bibi menemukan Paman. Kami mohon!!!”
“Sudahlah. Cepat tidur. Papi matikan teleponnya.”
Lorenzo langsung memutuskan sambungannya.
Meninggalkan ketiga anak kecilnya yang tercengang di tengah kegelapan malam. Mereka pun saling berbisik dan bertanya–tanya-
“Sebenarnya, Papi sudah setuju atau belum?”
“Sepertinya belum.”
“Sepertinya sudah.”
“Ugh…”
Comments
The readers' comments on the novel: Tiga Harta Ayah Misterius Ternyata Seorang Bos Besar