Login via

Noir et Blanc novel Chapter 7

Chloe’s POV

“Aku tidak kuat,” keluh Jocelyn ketika kami sudah berada di tempat makan,

“Aku tidak bisa berhenti teriak, sampai rasanya suaraku mau habis,”

“Penakut sih,”

“Makanya lain kali jangan soksok pilih horror,” ejek Jeffry yang membuahkan pukulan kuat dari Jocelyn,

“Sakit tahu!”

“Bodo amat,”

Tampaknya kekesalan Jocelyn berkurang begitu ia melihatku, ada apa dengannya?

“Kau benar-bener tidak takut ya…”

Aku hanya membalas perkataannya dengan endikkan bahuku,

Jocelyn melemaskan tubuhnya,”Jadi, hanya aku yang penakut disini?”

“Ya begitulah,”

Tidak lama setelah itu, ponselku berdering. Aku meminta izin kepada mereka bertiga ketika aku mama memanggilku. Ah bodoh sekali kau Chloe, seharusnya tadi kau izin dulu sama mama!

Aku pergi keluar restoran agar tidak menganggu pengunjung lainnya,

“Halo ma,”

“Chloe, kamu dimana?”

Tubuhku menegang ketika mendengarnya. Aku menggigit bibirku, mengatasi diriku jika mama akan memarahiku. Kepalaku sudah menjelajahi seluruh bumi untuk mencari alasan yang logis dan bisa di terima. Waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam, dan biasanya aku pulang jam 7 malam, tidak heran mama mencariku sekarang,

“Umm… lagi makan bareng teman-teman,”

“Oh begitu ya? Yaudah nanti kabari mama ya kalau sudah selesai,”

“I-iya ma,”

Aku tertegun,

Segampang itu?!

Aku sudah membayangkan bagaimana mungkin mama akan memarahiku dan memaksaku untuk pulang. Bahkan aku sudah memikirkan bagaimana aku bisa masuk kerumah dengan aman. Wah, ini benar-benar diluar dugaanku! Aku menatap mereka dari yang sedang senda gurau tanpaku di atas sana. Aku tidak menyangka, perlahan mulai perlahan aku mulai berbaur kepada mereka. Aku juga baru menyadari kata ‘teman’ yang baru saja aku berikan untuk mereka mereka. Hal itu membuatku tidak mempercayainya.

Tenanglah Chloe, ini masih permulaan. Tidak ada hal yang bisa bertahan secara abadi. Tidak ada. Saat ini aku hanya menunggu waktu untuk mereka pergi dari hidupku. Selama hidupku dan apa yang kulihat, seakan tidak ada yang bisa menerimaku dengan kekuranganku seperti ini.

Aku terdiam ketika hati kecilku berbicara bagaimana takutnya diriku jika mereka meninggalkanku.

Yang benar saja?

Ah, aku bingung dengan diriku sendiri. Aku tidak mengerti, sebenarnya apa yang kuinginkan? Apa aku benar-benar menginginkan pertemanan ini atau tidak. Aku tidak bisa mengerti diriku.

Tapi… jika aku memang tidak menikmati pertemanan yang baru dimulai ini, bukankah seharusnya aku sudah pergi, bukan? Karena pada awalnya keberadaan kami dimulai dari sebuah tugas diperkuliahan.

Aku menghela nafas kecil,

Aku belum bisa melihat apapun dari pertemanan ini di waktu yang mendatang. Begitu juga dengan logikaku yang mengatakan jika pertemanan ini mungkin akan menyakitiku dimasa depan. Sejak awal, aku memang sudah aku berpikir untuk menjadi mahasiswa yang berprestasi dan lulus dengan cumlaude. Membangun pertemanan seperti ini tidak pernah ada di daftar kehidupan perkuliahanku.

Ini konyol, hati kecilku terus berbicara jika aku menginginkan mereka. Semua ini karena keberadaan mereka membuatku melakukan apa yang tidak pernah kulakukan sebelumnya saat aku sendirian. Seperti tadi, aku menikmati momen dimana Jocelyn terus menerus memekik karena terlalu takut dengan hantunya.

Inilah pergumulanku yang membuatku hampir gila, pertengkaran antara logika dan perasaan yang sangat susah untuk dimengerti.

Saat aku bergumul dengan pikiranku, tiba-tiba muncul dua orang pria yang penampilannya cukup mengerikan untuk gadis sepertiku. Keduanya mendekatiku dan menyudutkanku, aku berusaha untuk bersikap tenang ketika mereka menyudutkanku sepertiku,

“Minggir,” ujarku yang tidak menghiraukanku.

“Jangan galak-galak dong nanti gak asyik lagi,”

Salah satu dari mereka merangkulku dan aku langsung melepaskan diriku dengan paksa darinya. Bukannya nyadar, tapi pria itu malah semakin tersenyum padaku,

“Ini nih, aku suka yang sok jual mahal begini,” ujarnya sebelum mimic mukanya berubah dan tangannya melayang di udara,

Aku menahan tangannya yang sedang mengudara, sementara temannya yang lain juga ingin beraksi, tapi aku menendang perutnya hingga ia terjatuh. Karena fokusku saat itu adalah pria yang terjungkal itu, aku tidak sadar ketika pria itu ternyata mempersiapkan pisau ditangan kirinya. Ia mengiris tanganku yang menahannya, lalu menendangku juga hingga aku terjatuh. Dia memamerkan pisau kecilnya kepadaku, sementara aku merintih kesakitan karena kaki sialan itu. Pria yang satunya berdiri, mendatangiku lalu menarikku dengan paksa. Aku menahan diriku, mengambil sebuah pot lalu menghajar kepala pria itu dengan pot itu hingga ia pingsan. Sementara pria satunya lagi kembali menunjangku hingga aku harus terjungkal lagi.

Dia menginjak perutku dengan sepatu busuknya, menikmati aku yang sedang merintih.

Hah… aku rasa ini terakhir kalinya aku hidup. Aku bahkan menutup mataku, seakan mempasrahkan hidupku,

Namun, tidak lama setelah itu aku mendengar suara lain yang membuat perut ku terasa ringan karena kaki pria itu sudah terangkat. Aku membuka mataku, berusaha untuk bangkit dan perutku semakin sakit ketika aku mencoba untuk berdiri. Aku melihat Jocelyn yang langsung membantuku untuk berdiri. Dia menangis melihat keadaanku. Dia membawaku ke tempat yang agak jauh,

Aku melihat Gavin yang tengah bertarung dengan pria itu. Aku ingin beranjak, tapi Jocelyn menahanku. Dia menggeleng dengan air matanya yang semakin berserakkan,

“A-aku ha-rus bantu dia,”

Chapter 7: 06. Hang Out 2 1

Comments

The readers' comments on the novel: Noir et Blanc