Author’s POV
“Chloe! Bangun!”
“Mmmh…” erang Chloe yang masih memeluk gulingnya dengan sayang. Badannya terasa berat sekali karena sudah lengket dengan kasur dan gulingnya. Helena menggelengkan kepalanya ketika ia membuka pintu dan melihat anak gadis nya masih tiduran.
Helena menarik guling Chloe dan berkacak pinggang,”Kamu mau dihukum sama senior kamu lagi?”
Chloe menghela nafas malas dan bangun dari ranjangnya,”Ma, boleh gak sih aku bolos aja? Malesin banget senior-senior itu kalau udah teriak-teriak,”
“Tidak tidak. Kamu tidak boleh bolos!”
“Tapi ma-“
“Tidak ada tapi-tapian. Mama sudah siapkan sarapan kamu dibawah. Sana mandi,”
“Iya-iya,” dengan berat, Chloe berdiri, mengambik handuknya. Helena tidak melepaskan putrinya dari pandangannya, memastikan Chloe benar-benar masuk ke kamar mandi.
“Mama juga mau ikutan mandi sama Chloe?”
“Mama itu mengawasi kamu, tau! Nanti kamu tidur lagi kalau mama ga awasi,”
“Iya ma, iya. Aku masuk nih ya… masuk nih,” ujar Chloe, masuk kedalam kamar mandi, meninggalkan ibunya yang masih berdiri di depan pintu kamar mandi. Helena masih berdiri, sampai dia mendengar suara air yang deras, barulah dia benar-benar pergi.
Chloe masih sangat mengantuk. Lihatlah, bagaimana malas nya ia ketika ia menggosok giginya. Dalam hati, ia mengutuk senior-senior yang membuatnya tidur larut tadi malam. Ia berharap ospek benar-benar dihapuskan dari bagian pendidikan Indonesia. Untuk pendidikan karakter katanya, tapi cara yang digunakan adalah berteriak dan membentak. Memangnya dengan ospek, semua mahasiswa akan benar-benar mendapat pencerahan dan mengubah sifatnya begitu perkuliahan dimulai? Begitukah?
“Berubah karena seseorang menurut hanyalah mitos dan tidak benar-benar terjadi. Siapapun tidak akan pernah bisa mengubah seorang lainnya selain orang itu sendiri yang ingin berubah. Manusia itu mengecewakan, baik sadar maupun tidak sadar," batin gadis itu sembari membasuh tubuhnya sekali lagi.
"Hah..." erangnya dengan segar.
Sebagai contohnya, jika ada seseorang berubah karena aku, lalu aku tanpa sadar menyakiti orang itu. Dapatkah kalian membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya,” ujar gadis itu sembari menutupi tubuh polosnya dengan handuk, lalu kemudian keluar dari kamar mandi dan berjalan ke kamarnya. Ia menatap seragam putih hitamnya dan beberapa atribut anehnya yang harus ia gunakan dengan malas.
“Tenanglah Chloe, sisa 2 hari lagi,” ujarnya, menyemangati dirinya yang sudah lesu sebelumnya.
****
Ditengah terik, Chloe berdiri dengan papan namanya yang bergelantungan. Rambutnya ia kuncir dua karena dia lahir di bulan Februari. Ia merasa beruntung, jika saja ia lahir di bulan 12, walaupun rambutnya cukup panjang, ia pasti kerepotan.
Willson memberikan surat itu kepada gadis yang berdiri disamping Chloe untuk membukakan surat itu untuknya karena ia tidak mau spoiler. Willson terlihat bangga ketika ia menerima surat itu sebelum dia membaca isi surat. Ia mengeraskan rahangnya begitu ia melihat isi surat itu, emosi nya semakin meluap ketika Chloe menaikkan satu alisnya, seakan mengejek lelaki itu,
Lelaki itu membuang nafas, merasa tidak percaya. Namun seketika itu juga ia langsung menarik kerah baju Chloe dengan emosi. Gadis yang tadinya membuka surat itu panik. Ia langsung bergerak, berusaha untuk memisahkan tangan Wilson yang menarik kerah baju Chloe, tapi gagal karena gadis yang diketahui bernama Jocelyn itu malah terdorong hingga terjatuh. Merasa tidak punya cara lain, gadis itu pergi mencari bantuan untuk merelai keduanya.
Namun berbeda dengan Chloe, gadis itu masih memiringkan senyumannya untuk Willson. Tidak ada rasa takut ataupun gentar walaupun rahang pria itu sudah mengeras,
“Beraninya kau-“
“HEY BERHENTI!” teriak seorang senior lelaki lainnya yang dibawa Jocelyn untuk merelai keduanya. Lelaki itu langsung menarik tangan Willson dan mengunci tangan Wilson dan membawanya pergi. Beberapa senior perempuan lainnya juga berdatangan kepada Chloe, untuk memeriksa apakah ada luka yang di tubuh Chloe dan pastinya menanyai kejadian tersebut.
Sementara di sisi lain, Jocelyn mengambil secarik kertas yang sudah diremas itu dan melihat apa isi surat itu dan alhasil, ia menahan tawa ketika membacanya. Tapi itu tidak berlangsung lama, karena seorang senior lainnya mengambil secarik kertas itu dari Jocelyn.
Seketika itulah, beberapa perempuan itu bergerombol melihat isi kertas yang menjadi menjadi bom emosi untuk Wilson,
Kepada kakak gugusku, Wilson…
Berhentilah merangkulku dan berbicara sedekat itu padaku karena nafasmu bau.
Comments
The readers' comments on the novel: Noir et Blanc